f(x)

Monday, October 18, 2010

Susi Susanti Prihatin dengan Prestasi Putri


JAKARTA, Kompas.com - Legenda hidup bulu tangkis Indonesia, Susi Susanti, mengaku sangat prihatin dengan prestasi sektor putri tim "Merah Putih" di Indonesia Terbuka Grand Prix Gold 2010. Pasalnya, Indonesia selaku tuan rumah, gagal menyabet gelar juara turnamen yang hanya diikuti pemain pelapis dari negara lain.

Total, Indonesia meraih tiga gelar dari turnamen berhadiah 120.000 dollar AS tersebut, yang berlangsung di Stadion Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur. Tetapi dari hasil partai final yang berlangsung Minggu (17/10/10), hanya tunggal putra, ganda putra dan ganda campuran yang menyabet gelar. Itu pun karena terjadi all-Indonesian final. Sektor putri, baik tunggal maupun ganda, gagal!

Menurut Susi, yang pernah menjadi ratu bulu tangkis Indonesia pada era 1990-an, seharusnya Indonesia menyapu bersih gelar turnamen kelas dua tersebut--Grand Prix selevel di bawah Super Series. Pasalnya, semua pemain Indonesia yang tampil memiliki peringkat paling tinggi. Selain itu, lawan dari negara lain yang datang adalah pemain lapis kedua, bahkan lapis ketiga.

"Saya sangat prihatin dengan hasil turnamen ini. Ketika pemain-pemain dunia absen, kita justru gagal meraih gelar, apalagi di kandang sendiri. Seharusnya, sebagai tuan rumah dan memiliki ranking tertinggi dalam turnamen ini, Indonesia bisa meraih gelar (di putri)," ujar Susi kepada Kompas.com, Senin (18/10/10).

Namun, peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 tersebut tak ingin kegagalan itu terus diratapi. Susi, yang pada bulan Mei 2004 mendapat penghargaan Hall of Fame dari BWF (Federasi Bulu Tangkis Dunia), berharap agar seluruh jajaran yang berkompeten segera mencarikan solusi sehingga bulu tangkis Indonesia (khususnya putri) tidak semakin terpuruk.

"Hasil di Indonesia Terbuka Grand Prix ini menjadi pekerjaan rumah untuk semua pihak. Jangan pula kesalahan-kesalahan ditujukan kepada pelatih dan pemain. Tetapi semua pihak harus segera melakukan introspeksi, untuk mendapatkan jalan keluar," ujar Susi.

"Mungkin juga perlu komunikasi yang lebih bagus dengan pemain, karena tiap pemain punya tipikal masing-masing. Artinya, program yang diberikan antara satu pemain dengan pemain lain tak bisa sama (tergantung tipe pemain). Jadi, seharusnya ada beberapa program pembinaan yang disiapkan untuk terus mengembangkan permainan seorang atlet," tambahnya.

Memang, keresahan Susi ini sangat beralasan. Bagaimana tidak, ketika prestasi para pemain andalan Indonesia tak juga membaik, China yang datang dengan pemain "tak bernama" justru berhasil menjadi juara ganda putri. Di final, pasangan kembar Luo Ying/Luo Yu menang 11-21, 21-18, 21-11 atas unggulan utama, yang juga ganda terbaik Indonesia, Meiliana Jauhari/Greysia Polii.

Prestasi yang sangat mengejutkan juga dibikin tunggal putri Thailand, Ratchanok Inthanon. Pemain berusia 16 tahun ini menjadi juara setelah mengalahkan unggulan keempat dari Taiwan, Cheng Shao Chieh, dengan 21-12, 19-21, 21-16. Sebelum ke final, Inthanon lebih dulu menyingkirkan pemain andalan Indonesia, Maria Febe Kusumastuti (unggulan 2) di semifinal, serta menjegal unggulan kelima Fransiska Ratnasari, di babak pertama.

No comments:

Post a Comment